A.
Defenisi Nilai dan Etika
Nilai (value) berasal dari bahasa Latin, yaitu valere
yang artinya, “menjadi kuat”, atau menjadi terhormat
Soetarso mengatakan bahwa
nilai adalah kepercayaan, pilihan, atau asumsi tentang yang baik untuk manusia.
Nilai bukan menyangkut keadaan dunia ini atau apa yang diketahui pada saat ini,
tetapi bagaimanakah seharusnya atau sebaiknya dunia ini.
Namun, apabila dihubungkan dengan pekerjaan sosial, maka nilai yang
dimaksud disini adalah seperangkat prinsip etik/moral yang fundamental dimana
pekerja sosial harus berkomitmen. Misalnya, dalam pekerjaan sosial ada nilai
untuk menghargai keunikan dan perbedaan, privacy, menjaga kerahasiaan, dan
perlindungan (dalam Huda, 2009:135-136).
Jika nilai berbicara tentang sesuatu yang baik dan buruk maka etika
(ethics) terkait benar (right) atau salah (wrong). Jadi,
etika bersifat eksplisit dan konkret. Secara bahasa, etika memiliki pengertian
yang sama dengan moralitas.
Menurut Keraf (1998:14), moralitas berasal dari kata Latin mos, (jamaknya mores) yang artinya ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Sedangkan etika sendiri berasal dari kata ethos (jamaknya ta etha) yang juga berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Perbedaannya adalah dalam konteks tertentu etika dapat dipahami secara lebih luas daripada moralitas. Sebab etika dapat dipahami sebagai filsafat moral, yaitu suatu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma
Menurut Keraf (1998:14), moralitas berasal dari kata Latin mos, (jamaknya mores) yang artinya ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Sedangkan etika sendiri berasal dari kata ethos (jamaknya ta etha) yang juga berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Perbedaannya adalah dalam konteks tertentu etika dapat dipahami secara lebih luas daripada moralitas. Sebab etika dapat dipahami sebagai filsafat moral, yaitu suatu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma
B. Sejarah
dan Perkembangan
Dalam
sejarah dan perkembangannya, nilai dalam pekerjaan sosial menapaki beberapa
tahapan perkembangan (Reamer, 1999:5; dalam Huda, 2009:138-141):
1. Dimulai pada akhir abad XIX (Abad 19) suatu masa ketika pekerjaan sosial belum
resmi disebut sebagai profesi. Selama masa ini pekerjaan sosial cenderung fokus
tentang apa yang dianggap bermoral dan tidak bermoral dari seorang klien
ketimbang fokus kepada moral atau etika profesi dan praktisi.
2. Tahapan ini dimuali pada awal abad XX suatu era progresif dalam pekerjaan
sosial yang ditandai dengan berdirinya settlement house pada akhir abad
XIX. Settlement house adalah suatu organisasi sosial yang bergerak lebih
humanis untuk mereformasi lingkungan dan sistem daripada melakukan perbaikan
terhadap manusianya. Nilai yang berkembang dalam tahapan ini pun bergeser dari
masalah moral menyangkut klien kepada kebutuhan untuk melakukan reformasi
sosial yang disesain untuk mengurangi berbagai permasalahan sosial. Misalnya,
berkaitan dengan perumahan, perawatan kesehatan, sanitasi, pengangguran,
kemiskinan, dan pendidikan.
3. Tahapan ini dimulai pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an. Nilai yang
berkembang pada masa ini cenderung mengedepankan nilai-nilai atau etika yang
berkaitan dengan profesionalisme pekerjaan sosial. hal ini berbeda jika
dibandingkan dengan masa sebelumnya yang cenderung menonjolkan nilai dan moralitas
yang berkaitan dengan klien. Ini adalah pergeseran penting yang terjadi dalam
sejarah perkembangan nilai dalam pekerjaan sosial. kondisi ini dapat dimengerti
karena pada masa ini pekerjaan sosial telah menjadi profesi tersendiri,
sehingga aktivitas pertolongan dilakukan dengan memegang pronsip-prinsip
profesionalisme tertentu. Pada masa ini juga pekerjaan sosial muali mengadopsi
kode etik, yaitu sebuah prinsip-prinsip nilai dan etika yang harus di pegang
dan dipatuhi oleh para pekerja sosial. adapaun nilai-nilai yang berkembang pada
periode ini misalnya, martabat dan kehormatan, keunikan, harga diri seseorang, self-determination,
keadilan, dan persamaan.
4. Pada tahun 1960-an nilai yang berkembang pada masa ini menonjolkan konstruk
etik tentang keadilan sosial, hak, dan reformasi. Setting kehidupan sosial dan
ekonomi global yang makin kompleks menuntut pergeseran nilai yang harus
ditegakkan oleh profesi pekerjaan sosial. Maka dari itu, nilai tentang
persamaan sosial, hak kesejahteraan, hak asasi manusia, diskriminasi, dan
penindasan menjadi tema-tema nilai dominan yang berkembang pada masa ini.
Tetapi bukan berarti pergeseran nilai ini menghapuskan nilai-nilai yang ada
pada tahapan sebelumnya, sebab sifat perkembangan nilai dalam hal ini adalah saling
melengkapi satu sama lain.
C. Peran
Nilai dan Etika dalam Pekerjaan Sosial
Pentingnya peranan nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial menjadikan keduanya sebagai salah satu fondasi pengetahuan
mendasar yang harus dimiliki oleh pekerja sosial. tidak mungkin aktivitas
pertolongan dapat menjadi suatu profesi spesialis tanpa adanya pengetahuan
bahwa menolong orang adalah nilai yang baik. Ketika menolong orang dianggap
sebagai suatu nilai yang baik, maka secara etis perilaku digerakka untuk
menolong seseorang yang membutuhkan karena itu adalah kebenaran.
Keyakinan-keyakinan tentang sesuatu yang baik menuntut pekerja sosial untuk
melakukannya karena perbuatan tersebut adalah benar. Sebaliknya,
keyakinan-keyakinan mengenai sesuatu yang buruk mencegah pekerja sosial
sehingga menghindarinya karena perbuatan tersebut adalah salah. Nilai dan etika
pada akhirnya menjadi kunci petunjuk terhadapa perbuatan baik buruk atau benar
salah. Keyakinan tentang nilai yang benar juga berperan sebagai petunjuk bagi
pekerja sosial untuk memutuskan suatu perkara ketika terjadi dilema etis dalam
melakukan intervensi sosial (dalam Huda, 2009:141-142).
D. Bentuk Nilai dan Etika dalam Pekerjaan Sosial
Ada bermacam-macam nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial. Namun, secara umum dapat dilihat dari kode etik NASW (National
Association of Social Worker) antara lain (Reamer, 1999:26-27; dalam Huda,
2009:142-145):
1. Pelayanan
(nilai)
Prinsip etiknya adalah pekerja sosial harus
mengutamakan tujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan memusatkan
pada permasalahan sosial. prinsip pelayanan diletakkan diatas kepentingan
pribadi maupun kepentingan golongan. Melayani klien baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat merupakan kewajiban dari pekerja sosial yang harus
diutamakan. Tanpa prinsip pelayanan, pekerjaan sosial tidak memiliki aktivitas
profesional
2. Keadilan
Sosial (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja
sosial wajib untuk menentang ketidakadilan sosial. Tujuan inti pekerjaan sosial
adalah menuju perubahan sosial yang lebih humanis dan mengarah kepada
kesejahteraan sosial. ketidakadilan sosial maupun penindasan yang terjadi dalam
masyarakat menjadi tanggung jawab pekerja sosial untuk mengubah keadaan
tersebut.
3. Harkat
dan Martabat Seseorang (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja
sosial menghormati harkat dan martabat seseorang. Pekerjaan sosial merupakan
profesi yang melibatkan diri langsung baik dalam setting individu, keluarga,
kelompok maupun masyarakat. Oleh sebab itu, setting keterlibatan langsung ini
menuntut dari para peker sosial untuk memiliki modal nilai yang menghargai
orang lain dalam melakukan interaksi sosial.
4. Mementingkan
Hubungan Kemanusiaan (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja
sosial mengakui dan mengutamakan hubungan kemanusiaan. Hubungan kemanusiaan (human
relationship) adalah unsur yang sangat penting di dalam proses perubahan
sosial. maka dari itu, menjunjung tinggi hubunga kemanusiaan dan kemasyarakatan
harus dilakukan untuk mendukung perubahan sosial agar berjalan secara positif.
Hubunga kemanusiaan adalah bagian dari proses pertolongan.
5. Integritas
(nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja
sosial harus mempunyai perilaku yang dapat dipercaya. Dalam batas tertentu,
profesi pekerja sosial adalah seperti dokter, ‘mengobati’ dan ‘menyembuhkan’
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang sedang sakit. Tanpa adanya
perilaku yang dapat dipercaya, pekerja sosial tidal dapat menjalankan profesi
tersebut dengan baik. Integritas setidaknya ditunjukkan dengan konsistensi
pekerja sosial dengan misi profesional, nilai, dan prinsip etika, dan standar
etika dalam aktivitas pertolonga yang dilakukannya.
6. Kompetensi
(nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja
sosial harus mempraktikkan keahlian profesionalismenya dalam proses pertolongan
yang dilakukan. Dalam hal ini pengetahuan dan skill yang memadai harus
dimiliki oleh pekerja sosial untuk menunjang kompetensi dari pekerja sosial.
tanpa adanya kompetensi tersebut menjadikan pekerja sosial tidak dapat
profesional dan mencapai tujuannya dengan baik. Sehingga adanya pengetahuan dan
keahlian yang memadai juga menjadi dasar kepemilikan yang sangat penting dalam
profesi pekerjaan sosial.
Sumber:
Huda, Miftachul. 2009. Pekerjaan Sosial dan
Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar